Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan pengangkatan calon pegawai negeri sipil dan calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang telah mengabdi selama selama puluhan tahun di sejumlah wilayah Papua diusulkan mengacu kepada Undang-undang Otonomi Khusus.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Daerah Pemilihan Papua Barat Daya Robert Joppy Kardinal mengatakan bahwa problematika status pegawai honorer yang sudah mengabdi selama dua dekade di beberapa wilayah di Papua, mesti segera dirampungkan.
Hal itu disampaikan Robert Kardinal saat menggelar sosialisasi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua di Hotel Aquarius, Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya pada Sabtu (5/4/2025).
Dikutip dari situs resmi DPR, Rabu (9/4/2025), sosialisasi melibatkan 20 perwakilan dari total 530 tenaga honorer daerah Kabupaten Sorong yang telah mengabdi selama hampir dua dekade.
Menurutnya, kegiatan tersebut menjadi wadah penyampaian aspirasi serta diskusi terkait problematika status honorer yang selama ini tidak kunjung diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ataupun Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dia menuturkan persoalan tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun namun belum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat maupun daerah.
Baca Juga
Keberadaan UU No. 21 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, memberikan ruang hukum yang sah dan kuat untuk memperjuangkan nasib para honorer, khususnya Orang Asli Papua (OAP).
“Memang banyak aturan dan undang-undangnya, tapi dalam konteks Papua, kita memiliki kekhususan melalui Otsus. Ini bisa menjadi landasan untuk mendorong agar tenaga honorer, khususnya OAP, bisa diterima menjadi PPPK atau CPNS,” kata Robert.
Dugaan Nepotisme Pengangkatan ASN
Dia menuturkan banyak tenaga kerja honorer yang menggantungkan harapan besar kepada status ASN demi masa depan keluarga mereka. Kejelasan status bukan hanya soal hak-hak administratif, tetapi juga menyangkut martabat dan keberlanjutan kehidupan sosial-ekonomi mereka.
Robert berjanji akan membawa isu tenaga honorer di Papua ke tingkat nasional dan menggunakan kewenangan legislatif di pusat untuk berkoordinasi langsung dengan pemerintah, serta menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah, termasuk Gubernur dan Bupati Sorong.
“Kalau kita bicara Papua, kita bicara tentang keadilan substantif. Ini bukan soal kuantitas, tapi soal hak masyarakat adat untuk diakomodasi dalam negara,” katanya.
Robert juga menyoroti adanya dugaan praktik nepotisme dalam proses rekrutmen CPNS. Menurutnya, terdapat fenomena di mana tenaga honorer yang baru masuk justru lebih cepat diangkat menjadi ASN dibandingkan dengan mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel