Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan konsinyering Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Implementasi Dana Otonomi Khusus (otsus) di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Konsinyering yang dilaksanakan selama 2 hari ini, ditujukan supaya rekomendasi yang diberikan dalam pemeriksaan dana otsus sejalan dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), sehingga tidak menimbulkan suatu permasalahan atau pemahaman yang berbeda.
Anggota VI BPK, Harry Azhar Azis dalam arahannya mengatakan bahwa anggaran di Provinsi Papua dan Papua Barat berasal dari dua sumber, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Dana Otonomi Khusus. Kedua anggaran tersebut harus dapat memberikan value added bagi kesejahteraan rakyat.
“Value added yang dimaksud harus dikaitkan dengan indikator kemakmuran rakyat, dan Provinsi Papua dan Papua Barat termasuk yang indikator kemakmurannya masih rendah”, ungkap Harry Azhar dikutip dari laman resmi BPK, Jumat (26/7/2019).
Adapun indikator kemakmuran rakyat yang paling pokok harus dilihat di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah tingkat kemiskinan dan indeks pembangunan manusia. Bila ingin memakmurkan rakyat, maka tingkat kemiskinan harus diturunkan.
Dengan demikian, BPK harus dapat melihat apakah besarnya anggaran yang sudah digelontorkan ke Provinsi Papua dan Papua Barat berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Baca Juga
Sementara itu Auditor Utama Keuangan Negara VI, Dori Santosa dalam laporannya mengatakan bahwa tujuan pemberian otsus adalah untuk mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dengan provinsi lain, dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua.
Pemerintah Pusat mengalokasikan dana otsus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diberikan dalam bentuk dana transfer kepada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel