Bisnis.com, JAKARTA -- Papua memang identik dengan keelokan alam yang masih asri, kekayaan budaya dan sukunya, serta keramahan para penduduk lokal. Hampir di setiap sudut di pulau ujung timur Indonesia itu menyajikan keindahan yang tak terbantahkan.
Mungkin masyarakat dan wisatawan sudah mengetahui beberapa destinasi wisata di Papua, seperti Rajaampat, Danau Sentani, hingga Merauke. Tetapi, masih jarang yang mengunjungi udara dingin di desa-desa kawasan pegunungan.
Keindahan di ketinggian tersebut salah satunya bisa ditemukan di desa Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, dan saya beruntung bisa menikmati secuil keelokan alam Papua bersama tim Ekspedisi Jurnalis ke Puncak Carstensz pada pertengahan Agustus tahun ini.
Sugapa merupakan desa yang cukup terkenal di telinga para pendaki gunung dunia. Pasalnya, desa yang berada pada ketinggian 1.600-2.500 meter di atas permukaan laut tersebut menjadi titik awal pendakian ke puncak tertinggi di Indonesia, Carstensz Pyramid.
Selama di Sugapa, saya bersama tim dipandu oleh Maximus Tipagau, Direktur Carstensz Adventure yang juga penduduk lokal dari Suku Moni. Maximus banyak bercerita dan menunjukan beberapa tempat menarik.
Saya melihat, Sugapa merupakan tempat yang ideal untuk mengenal kebudayaan Papua. Masyarakat di sana sudah terbuka dan ramah terhadap pendatang, mereka tak segan untuk menyapa siapa pun yang datang.
Selain cukup padat penduduk dan ramai aktivitas, Sugapa sudah memiliki fasilitas seperti listrik dan sinyal GSM meskipun terbatas, sehingga cocok bagi siapa saja yang sangat tergantung kepada teknologi.
Pada saat yang sama, di Ibu Kota Intan Jaya ini juga masih bisa ditemukan masyarakat yang selalu mengenakan pakaian adat dalam setiap kegiatannya, sehingga sangat terasa akulturasi antara kehidupan modern dan tradisional.
Masyarakat banyak berkumpul di Jalan Yokatapa setiap menjelang senja untuk saling bercengkerama dan bersosialisasi. Saat bergabung dengan mereka, pengunjung pasti akan sangat sering mendengar kata Amakane yang merupakan salam dan sapaan khas Papua.
Karena berada dikelilingi gunung dan bukit-bukit, serta terletak di belantara tropis, membuat Sugapa mampu menyajikan pemadangan yang indah serta udaha yang sejuk dan segar. Rata-rata udara maksimum di kawasan Sugapa berada di titik 25,02 derajat celcius, dan terendah pada titik 2 derajat celcius.
Ada dua lembah yang menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat Sugapa, yakni Lembah Kemadoga dan Lembah Dugindoga yang subur dan ditanami sayur mayur, kopi dan buah merah.
Sugapa juga memiliki sungai yang airnya berasa asin karena mengandung garam dan menjadi sumber penghasil garam bagi masyarakat pegunungan. Sungai garam ini letaknya memang cukup jauh, pengunjung perlu menggunakan ojek dan melanjutkannya dengan trekking menuju sungai di bukit.
Maximus bercerita bahwa Sugapa juga memilliki sungai air panas, serta sungai Wabu dan Wogabu yang memiliki potensi arung jeram, karena memiliki jeram yang cukup deras dan menantang bagi pecinta kegiatan yang memacu adrenalin.
Karena kawasan Sugapa memiliki kandungan emas, perak dan tembaga, di beberapa sungai yang mengalir bisa dengan mudah ditemukan bebatuan yang tampak berkilau keemasan, tak jarang juga banyak warga setempat yang mencoba mendulang emas.
Selain keindahan alam, kami pun disuguhi oleh atraksi menarik dari adat suku Moni di Sugapa. Mereka secara rutin memproduksi berbagai kerajinan tangan, seperti anak panah, tas rajut noken, hingga koteka. Pengunjung bisa dengan leluasa melihat proses pembuatannya, dan membeli barangnya.
Jika beruntung, pengunjung pun bisa ikut merasakan kemeriahan tradisi upacara bakar batu. Upacara tersebut merupakan pesta sebagai bentuk rasa syukur dengan memasak hasil berkebun dan beternak di atas batu panas yang telah dibakar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel