Bisnis.com, JAKARTA— Provinsi Maluku mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,94% pada 2018, yang banyak ditopang sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.
"Pertanian, kehutanan, dan perikanan adalah sumber pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 1,73%," tulis laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku, yang dipublikasikan 6 Februari 2019.
Dengan kata lain, hampir sepertiga dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut.
Sayangnya, perekonomian Maluku berbasis agribisnis itu tak mampu menyelamatkan Maluku dari defisit perdagangan yang cukup besar, yaitu Rp6,6 triliun selama 2018.
Neraca Perdagangan Provinsi Maluku selama 2018 mengalami defisit sebesar Rp6.576.096.940.000 atau sekitar Rp6,6 triliun dengan asumsi kurs US$1 sebesar Rp14.000.
Hal itu terjadi karena nilai impor Provinsi maluku selama 2018 mencapai Rp7,3 triliun, sementara ekspornya hanya Rp720 miliar atau Rp0,7 triliun.
Hal itu teruangkap dari data Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku bertajuk Perkembangan Ekspor dan Impor Provinsi Maluku Desember 2018, yang dipublikasikan 1 Februari 2019.
Nilai impor Provinsi Maluku selama Januari-Desember 2018 mencapai sekitar Rp7,3 triliun, tepatnya US$521.155.610 atau Rp7.296.178.540.000 jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp14.000.
“Secara kumulatif nilai impor Maluku Januari-Desember 2018 mencapai US$521,16 juta atau meningkat 29,92 persen dibandingkan periode yang sama 2017,” tulis laporan itu.
Sementara itu, nilai ekspor Provinsi Maluku selama Januari-Desember 2019 mencapai Rp720 miliar, tepatnya US$51.434.400 atau Rp720.081.600.000 jika dikonversi ke dalam rupiah dengan kurs Rp14.000.
“Secara kumulatif nilai ekspor Maluku Januari-Desember 2018 sebesar US$51,43 juta atau mengalami peningkatan sebesar 13,42 persen dibandingkan periode yang sama 2017,” lanjut laporan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel