Bisnis.com, JAKARTA – Neraca Perdagangan Provinsi Maluku selama 2018 mengalami defisit sebesar Rp6.576.096.940.000 atau sekitar Rp6,6 triliun dengan asumsi kurs US$1 sebesar Rp14.000.
Hal itu terjadi karena nilai impor Provinsi maluku selama 2018 mencapai Rp7,3 triliun, sementara ekspornya hanya Rp720 miliar atau Rp0,7 triliun.
Hal itu teruangkap dari data Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku bertajuk Perkembangan Ekspor dan Impor Provinsi Maluku Desember 2018, yang dipublikasikan 1 Februari 2019.
Nilai impor Provinsi Maluku selama Januari-Desember 2018 mencapai sekitar Rp7,3 triliun, tepatnya US$521.155.610 atau Rp7.296.178.540.000 jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp14.000.
“Secara kumulatif nilai impor Maluku Januari-Desember 2018 mencapai US$521,16 juta atau meningkat 29,92 persen dibandingkan periode yang sama 2017,” tulis laporan itu.
Sementara itu, nilai ekspor Provinsi Maluku selama Januari-Desember 2019 mencapai Rp720 miliar, tepatnya US$51.434.400 atau Rp720.081.600.000 jika dikonversi ke dalam rupiah dengan kurs Rp14.000.
“Secara kumulatif nilai ekspor Maluku Januari-Desember 2018 sebesar US$51,43 juta atau mengalami peningkatan sebesar 13,42 persen dibandingkan periode yang sama 2017,” lanjut laporan itu.
Deifist neraca perdagangan Provinsi Maluku selama 2018 lebih banyak disumbangkan oleh komoditas migas, karena nilai impornya mencapai Rp6,7 triliun, tepatnya US$478.549.200 atau Rp6.699.688.800.000 jika dikonversikan ke dalam rupiah dengan kurs Rp14.000.
Komoditas migas yang diimpor selama periode Januari-Desember 2018 adalah bahan bakar mineral, yakni minyak ringan, minyak bahan bakar, dan bahan bakar untuk pesawat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel