Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah Sejalan dengan Kurs Asia

Rupiah ditutup melemah 0,41% atau 55 poin di Rp13.615 per dolar AS, setelah dibuka stagnan pada level Rp13.560. Pada perdagangan Senin (19/2) rupiah ditutup melemah 0,27% di posisi Rp13.560 per dolar AS.
Ilustrasi/MediumTermNotes.com
Ilustrasi/MediumTermNotes.com

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah kembali ditutup melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (20/2/2018), sejalan dengan mayoritas kurs di Asia lainnya.

Rupiah ditutup melemah 0,41% atau 55 poin di Rp13.615 per dolar AS, setelah dibuka stagnan pada level Rp13.560. Pada perdagangan Senin (19/2) rupiah ditutup melemah 0,27% di posisi Rp13.560 per dolar AS.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.559 – Rp13.624 per dolar AS.

Bersama rupiah, mayoritas mata uang lainnya di Asia terpantau melemah, dipimpin oleh dolar rupee India yang merosot 0,95%, disusul yen Jepang dengan pelemahan0,54%. Adapun peso Filipina menguat 0,34%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau menguat 0,56% atau 0,502 poin ke level 89,602 pada pukul 16.50 WIB.

Dilansir Reuters, dolar AS menguat dari posisi terendah tiga tahun terakhir hari ini setelah pulih 1,5% sejak Jumat, mengakhiri aksi jual yang brutal dalam beberapa pekan terakhir.

Greenback telah memisahkan diri dari imbal hasil obligasi AS sejak awal tahun, meluncur ke level terendah sejak akhir 2014 terhadap sekeranjang mata uang utama meskipun imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun mendekati 3% untuk pertama kalinya dalam empat tahun.

Terputusnya korelasi itu membuat banyak investor bingung. Para ekonom telah menjelaskannya dengan mengatakan bahwa alasan kenaikan imbal hasil tidak didorong oleh ekspektasi suku bunga yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih kuat, namun karena kekhawatiran tentang inflasi yang terus berlanjut yang telah menyebabkan aksi jual baik dalam dolar maupun obligasi pemerintah.

"Dolar pada akhirnya mendapat dukungan dari imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi," kata ahli strategi Global Marshall, Gittler, seperti dikutip Reuters, menambahkan bahwa dia melihat penguatan lebih lanjut dolar AS terhadap yen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper