Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Saham Sektor Semen Masih Underweight, Ini Alasannya!

Saham sektor semen masih mendapatkan rekomendasi underweight seiring masih terjadinya kelebihan pasokan di dalam negeri.
Foto areal pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, di Gunem, Rembang, Jawa Tengah, Rabu (22/3)./Antara-Yusuf Nugroho
Foto areal pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, di Gunem, Rembang, Jawa Tengah, Rabu (22/3)./Antara-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA— Saham sektor semen masih mendapatkan rekomendasi underweight seiring masih terjadinya kelebihan pasokan di dalam negeri.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin menjelaskan bahwa industri semen bergantung kepada sektor properti dan infrastruktur. Sayangnya, setelah memuncak pada 2013, pertumbuhan sektor properti masih melambat dengan pemulihan yang belum signifikan.

Mimi menilai sektor properti masih menghadapi beban berat dengan adanya kenaikan tingkat suku bunga pada 2018 dari 4,25% menjadi 4,75%. Padahal, sensitivitas sektor tersebut terhadap suku bunga sangat tinggi.

Dari segi pembangunan infrastruktur, lanjutnya, saat ini memang masih menjadi prioritas. Akan tetapi, terjadi peningkatan jumlah proyek turnkey yang membuat arus kas perusahaan menjadi lebih ketat.

“Kami khawatir masalah yang dihadapi perusahaan konstruksi mungkin dapat meluas ke perusahaan semen,” ujarnya dalam riset yang dikutip, Selasa (9/1/2018).

Dengan demikian, dia mempertahankan rekomendasi Underweight di sektor semen. Hal tersebut sejalan dengan kelebihan pasokan yang berkepanjangan serta pemulihan pasar properti yang masih kurang baik.

Menurut catatan Bisnis, Kementerian Perindustrian memprediksi keseimbangan baru pasokan semen domestik baru terjadi pada 2 hingga 3 tahun ke depan seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah meminta kepada perseroan untuk melakukan efisiensi.

Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat kapasitas terpasang pabrikan semen mencapai 106 juta dalam setahun. Jumlah tersebut melebih permintaan domestik yang berada pada kisaran 65 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper