Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tokoh Masyarakat Kritik Freeport, PHK Tak Masuk Akal

PT Freeport Indonesia, yang memulai Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I) pada 1967, dikritik oleh tokoh masyarakat Amungme. Pasalnya, perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, itu melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK.
Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) berbincang dengan Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr (kedua kiri) yang didampingi perwakilan masyarakat adat sebelum pertemuan membahas dugaan pelanggaran hak wilayah terhadap lingkungan hidup dan PHK sepihak oleh PT Freeport Indonesia, di Jakarta, Senin (27/2)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) berbincang dengan Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr (kedua kiri) yang didampingi perwakilan masyarakat adat sebelum pertemuan membahas dugaan pelanggaran hak wilayah terhadap lingkungan hidup dan PHK sepihak oleh PT Freeport Indonesia, di Jakarta, Senin (27/2)./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com,  TIMIKA - PT Freeport Indonesia,  yang memulai Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I) pada 1967,  dikritik oleh tokoh masyarakat Amungme. Pasalnya, perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, itu melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK.

Tokoh masyarakat Amungme Yosep Yopi Kilangin mengkritik kebijakan PT Freeport Indonesia dan perusahaan subkontraktornya itu. Mereka menolak  aksi merumahkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karyawannya semenjak mengalami krisis akibat kebuntuan negosiasi dengan pemerintah pada awal Februari.

"Saya kira kebijakan PHK ribuan karyawan itu tidak masuk akal. Ini jelas pelanggaran Hak Azasi Manusia. Masa Freeport sudah keruk keuntungan selama hampir 50 tahun, tapi menangani masalah begini saja dia tidak sanggup sehingga dia harus melakukan PHK besar-besaran karyawan," kata Yopi Kilangin di Timika, Rabu (8/3/2017).

Yopi, putra kandung almarhum Mozes Kilangin, salah satu tokoh penandatangan dokumen "January Agreement 1974" itu menilai kebijakan Freeport dan perusahaan subkontraktornya yang melakukan PHK massal karyawan menunjukkan  perusahaan itu tidak memiliki perencanaan yang matang dalam hal penataan karyawannya.

----------------------------------------------------------------------

BACA

- Pemerintah Cari Solusi Terbaik untuk Freeport

-GP Ansor Desak Pemerintah Hentikan Perundingan dengan Freeport

-Perpanjangan Kontrak Freeport Dalam Format Izin

-------------------------------------------------------------------------

Akibat dari kebijakan PHK massal itu, demikian Yopi, ribuan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya tidak hanya kehilangan mata pencaharian guna menghidupi keluarga dan membayar angsuran kredit, bahkan ada karyawan yang sampai kehilangan nyawa akibat serangan jantung.

"Ya, saya terima laporan sudah ada dua orang meninggal begitu mereka menerima surat pemberitahuan PHK. Bagaimana nasib anak, isteri dan keluarga mereka? Saya menangis mendengar cerita itu. Bahkan sekarang masih ada ribuan orang lagi yang sedang menunggu antrean kapan mereka dipulangkan oleh pihak perusahaan," tutur Yopi, mantan Ketua DPRD Mimika periode 2004-2009 itu.

Yopi secara khusus menyinggung terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 sebagai pemicu atau "bencana kemanusiaan" bagi ribuan orang yang kini mengalami PHK dan sedang menunggu giliran akan di-PHK yang bekerja di area pertambangan PT Freeport di Mimika, Papua.

Menurut dia, seharusnya pemerintah Jakarta lebih bijaksana dalam menangani masalah Freeport karena berkaitan dengan hajat hidup ratusan ribu jiwa rakyat Indonesia baik yang bekerja sebagai karyawan maupun masyarakat lokal yang selama ini memiliki ketergantungan tinggi kepada Freeport.

"Kalaupun pemerintah mau mengubah Kontrak Karya Freeport ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tidak ada masalah. Tapi harus tunggu dulu sampai masa waktu KK Freeport berakhir tahun 2021. Kan masih ada beberapa tahun lagi sampai KK Freeport itu berakhir, mengapa pemerintah tidak sabar," katanya.

Ia mengatakan jika sampai krisis Freeport tersebut nanti dampaknya akan menimpa masyarakat lokal maka hal itu akan menuai masalah sosial yang lebih rumit dari kondisi sekarang.

"Kalau dampak masalah ini akan menimpa masyarakat, saya akan gugat Freeport sekaligus pemerintah. Mana tanggung jawab negara terhadap masyarakat yang ada di sini. Jangan hanya melempar soal, tapi tidak mampu menyelesaikannya," ujar Yopi.

Ia mengatakan tidak dapak dipungkiri keberlangsungan operasi pertambangan Freeport di Mimika menjadi jaminan bagi ratusan ribu masyarakat lokal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis pada Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika dan RS Waa-Banti di Distrik Tembagapura.

Selain itu, kini terdapat hampir 1.000 pelajar dan mahasiswa asal tujuh suku yang menikmati beasiswa dari Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) dengan dana yang digelontorkan Freeport.

Belum lagi ada sekian banyak pelaku usaha lokal yang terlibat dalam usaha bisnis yang berafiliasi dengan Freeport.

"Kalau pemerintah berani mengambil alih tanggung jawab itu semua dan ada keberpihakan terhadap masyarakat lokal, silahkan saja teruskan apa yang sekarang sedang dilakukan terhadap Freeport. Tapi kalau hanya sekedar janji, sebaiknya jangan menciptakan permasalahan baru," ujar Yopi Kilangin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper